DALAM upaya memperkuat identitas dan kepribadian bangsa, banyak daerah
di Indonesia telah mendeklarasikan budaya melalui media batik. Misalnya
batik Pekalongan, batik Demak, batik Kudus, batik Rembang, batik Lasem,
batik Sragen, batik Banyumas, batik Jogya, batik Solo, dan sebagainya.
Namun,
batik Semarang masih kurang pamor dibandingkan dengan batik-batik yang
ada di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Padahal, Semarang memiliki
warisan budaya batik yang telah mengalami kristalisasi nilai-nilai serta
ciri-ciri khas yang unik.
Batik Semarang diproduksi oleh para
pengrajin di Kampung Batik, Kelurahan Bubakan, Kecamatan Mijen,
Semarang. Konon batik Semarang pernah "melejit" sebagai salah satu
kekayaan budaya Indonesia. Namun saat itu banyak pengrajinnya yang
hijrah ke Klaten, Solo, dan daerah-daerah di sekitarnya. Karena itu,
pengrajin batik Semarang sangat sedikit.
Meski jumlahnya
terbatas, batik Semarang masih dilestarikan oleh beberapa pengrajinnya.
Salah satu pengrajin batik yang tetap eksis mempertahankan warisan
budaya tersebut ialah Umi S Adi Susilo.
Batik yang bertajuk Semarang 16 ini yang menjadi material utama 13
desainer terkemuka Indonesia yang menggelar fashion show pada acara HUT
ke-461 Semarang yang perayaannya jatuh pada 2 Mei 2008.
Menurut
Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI),
Taruna K Kusmayadi, corak dan motif yang terdapat pada batik Semarang
cukup unik dan tidak kalah dengan batik-batik yang sudah populer selama
ini. Selain itu, warna yang tersemburat pada batik Semarang juga lebih
monokromatik, sehingga tampil indah setelah diolah.
Meskipun ada
persamaan ciri-ciri motif batik Semarang dengan batik pesisir lainnya,
namun jika diamati secara teliti, ada juga detil perbedaannya. Perbedaan
itu dapat dilihat antara lain pada detil-detilnya.
Pada umumnya
batik Semarang berwarna dasar oranye kemerahan karena mendapat pengaruh
dari China dan Eropa. Selain itu, motif dasar batik Semarang banyak
dipengaruhi budaya China yang pada umumnya banyak menampilkan motif
fauna yang lebih menonjol daripada flora. Misalnya merak, kupu-kupu,
jago, cendrawasih, burung phunix, dan sebagainya. Motif-motif ini tidak
terlepas dari pengaruh budaya China.
"Batik Semarang identik
dengan warna terang, kalau yang zaman dulu bukan dari China, tapi
Belanda itu arah warnanya merah bata. Kalau China lebih ke warna oranye.
Jadi pengaruh negara lain ikut turut andil dalam pewarnaan batik
Semarang," kata ibu Umi saat ditemui okezone dalam dalam acara press
conference di Hotel Pandanaran, Semarang, Jumat (2/5/2008).
Sementara
itu, ciri-ciri motif batik Semarang menurut ibu Umi, tidak simbiolis
seperti batik-batik di Surakarta dan Yogyakarta. "Kebanyakan batik
Semarang diambil dari hal-hal yang ada di sekitar kita baik cerita
legenda-legenda Semarang atau tentang makanan khas Semarang. Bahkan
batik yang ada di zaman Belanda itu diangkat oleh kita dengan tema zaman
Diponegoro. Jadi tidak terlalu simbiolis seperti batik Solo atau
Yoyakarta," bebernya.
Pengaruh budaya China dan Eropa,
lanjutnya, turut andil dalam batik Semarang. Meski motifnya sangat
beragam, ciri khas Semarang tetap ada. "Semarang diambil dari kata asem
dan arang jadi asem yang jarang-jarang. Legenda-legenda lain menjadi
tambahannya," terang wanita keturunan Betawi yang sampai kini selalu
concern dengan batik Semarang itu.
Adapun motif Semarang yang
menonjolkan ikon kota Semarang, sambungnya, banyak menggunakan motif
Tugu Muda, Lawang Sewu, burung kuntul, Wisma Perdamaian, Gereja Blenduk,
bukit, dan laut. Semua motif tersebut, dijelaskan ibu Umi sebagai
identitas kepribadian bangsa agar tidak terkikis oleh perluasan budaya
global.
Sedangkan proses pembuatan batik tulis Semarang yang
dapat dilakukan hingga mencapai tiga bulan itu, dimulai dari proses
pembuatan, penggambaran hingga pewarnaan dan menghasilkan batik.
Menurutnya, semakin sulit tingkat pengerjaan dan pemilihan kain yang
digunakan, akan menentukan harga yang dibayar. Meski demikian, Anda
dapat memeroleh batik Semarang mulai dari Rp30 ribu-Rp5 juta.
sumber : okezone.com